Minggu, 22 Februari 2015





Ketika gue nggak suka sama seseorang, seharusnya gue sadar, gue harus tetap baik sama orang itu, tapi entah kenapa gue gabisa, gue takut, dan akhirnya gue memilih untuk menghindar, tanpa komunikasi, tanpa tatap wajah, dan tanpa yang lainnya.

Gue tahu, benci itu tidak baik, amat tidak baik, karena yang capek bukan orang yang gue benci, tapi yang capek adalah gue sendiri, dan yang salah belum tentu orang yang gue benci, bisa aja gue sendiri.

Karena orang itu belum tentu peduli dengan gue, belum tentu memikirkan gue, dan gue bakalan capek sendiri karena mengeluarkan energy yang harusnya jadi energy positif menjadi energy negatif, letih..

Tapi gue sadar, gue makhluk social, gue manusia biasa, bukan bidadari yang berhati suci, hati gue masih banyak noda nya, ya salah satu nya kebencian ini.

Gue juga sadar, kalo kebencian ini harus dihapus dari hati gue, karena hati gue sesungguhnya tak mau ternodai, hati gue selalu baik dan putih, tapi gue nya aja yang suka nyoret-nyoret hati gue ini, entah kenapa harusnya coretan itu coretan yang baik bukan yang buruk.

Dan konyolnya, kadang ketika gue sadar gue salah, gue masih aja tetep ada di lingkaran yang penuh api, dan berusaha buat gak keluar dari lingkaran yang bisa bakar gue. Bodoh yah?

Untuk itu, bagaimana membuat hati gue bisa keluar dari api yang bisa membakar itu ialah pemahaman yang jernih, karena pemahaman yang jernih ibarat air yang memadamkan api yang berkorban. Hati gue harus bisa jernih dari warna-warna coretan negative dan mengubahnya dengan kebaikan-kebaikan yang positif.

Ade Sofiarani . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates